Proses Penciptaan Manusia
Dari Abdullah bin Mas’ud Radhi~Allahu Anhu yang berkata, Rasulullah saw yang merupakan orang yang shiddq, berkata kepada kami,
“Sesungguhnya salah seorang dari kalian penciptaannya dikumpulkan di
perut ibunya selama empat puluh hari dan
dalam bentuk air mani, kemudian menjadi alaqah (segumpal darah) seperti itu, kemudian
menjadi sepotong daging seperi itu, kemudian Allah mengirim malaikat kepadanya
lalu malaikat tersebut meniupkan ruh ke dalamnya dan diperintah dengan empat
hal; menulis rezeki, amal perbuatan, ajalnya, dan ia orang celaka atau orang
bahagia. Demi Dzat yang tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Dia,
sesungguhnya salah seorang dari kalian pasti beramal dengan amal penghuni surga
hingga jarak antara dirinya dengan surga ialah satu hasta, kemudian ketetapan
mendahuluinya, lalu ia mengerjakan amal penghuni neraka dan ia masuk neraka.
Sesungguhnya salah seorang dari kalian pasti beramal dengan amal penghuni neraka
hingga jarak antara dirinya dengan neraka ialah satu hasta, kemudian ketetapan
mendahuluinya, lalu ia mengerjakan amal penghuni surga dan ia masuk surga.“ (Diriwayatkan Al Bukhani dan Muslim).1
Keshahihan hadits
di atas disepakati dan diterima umat. Hadits tersebut diriwayatkan Al
A’masy dan Zaid bin Wahb dari Ibnu Mas’ud. Dari jalur yang sama, hadits tersebut diriwayatkan Al
Bukhari dan Muslim di Shahih-nya masing-masing.
Diriwayatkan dari
Muhammad bin Yazid Al Asfathi yang berkata, “Aku bermimpi melihat Nabi saw seperti
yang biasa dilihat orang yang tidur. Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, ada hadits
dari Ibnu Mas’ud yang mendapatkannya darimu. Ibnu Mas’ud berkata, ‘Rasulullah SAW yang merupakan orang
benar dan dibenarkan bersabda kepada kami.’ Dan seterusnya.
Nabi SAW bersabda, ‘Demi Dzat yang tidak ada Tuhan yang berhak disembah
kecuali Dia, sungguh hadits tersebut aku berikan kepadanya.’ Nabi SAW bersabda
lagi, ‘Semoga Allah SWT mengampuni Al’Amasy atas hadits yang ia ajarkan. Semoga
Allah juga mengampuni orang yang mengajarkan hadits tersebut sebelum Al A’masy dan orang yang mengajarkan
hadits tersebut sesudahnya’.”2
Hadits bab di atas juga diriwayatkan dari Ibnu
Mas’ud dari jalur lain.
Penafsiran
sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya salah seorang dari kalian penciptaannya
dikumpulkan di perut ibunya selama empat puluh hari dalam bentuk air mani, “diriwayatkan
dari Ibnu Mas’ud. Al A’masy meriwayatkan dari Khaitsamah dan Ibnu Mas’ud yang
berkata, “Jika air mani tiba di rahim, ia terbang di setiap rambut dan kuku.
Air mani tersebut menetap selama empat puluh hari, kemudian turun ke rahim lalu
menjadi segumpal darah. Itulah yang dimaksud dengan kata dikumpulkan.” Diriwayatkan
Ibnu Abu Hatim dan lain-lain,3
Penafsiran
kata dikumpulkan juga diriwayatkan dengan makna lain secara marfu’ Ath-Thabnani
dan Ibnu Mandah di At Tauhid meriwayatkan hadits dari Malik bin Al Huwainits Radhiallahu
Anhu bahwa Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya jika Allah Ta’ala
ingin menciptakan seorang hamba, maka orang laki-laki menggauli wanita kemudian
air maninya terbang ke setiap urat dan organ tubuh wanita tensebut pada hari
ketujuh,
Allah SWT mengumpulkan air mani tersebut dan
menghadirkannya kepada semua nasabnya hingga Adam; Dalam bentuk apa saja yang Dia
kehendaki Dia menyusun tubuhmu “(Al Infithar: 8).
Sabda Nabi Shalallahu
Alaihi wa Sallam, “Kemudian Allah SWT mengirim malaikat kepadanya lalu malaikat
tersebut meniupkan ruh ke dalamnya dan diperintah dengan empat hal; menulis
rizki, amal perbuatan, ajalnya, dan ia orang celaka atau orang bahagia, “menunjukkan
bahwa air mani mengalami perubahan selama seratus dua puluh hari dalam tiga
tahapan dan masing-masing tahapan adalah empat puluh hari. Pada empat puluh hari pertama bentuknya adalah air mani, pada empat
puluh hari kedua air mani berubah menjadi segumpal darah, pada empat puluh hari
ketiga segumpal darah berubah menjadi sepotong daging, dan setelah seratus dua
puluh hari malaikat meniupkan ruh ke dalamnya dan menulis empat hal baginya.
Perubahan janin dalam tahapan-tahapan tersebut disebutkan
Allah di Al Qur’an dalam banyak tempat, misalnya firman Allah Ta’ala,
“Hal manusia, jika kalian
dalam keraguan tentang kebangkitan, Maka sesungguhnya Kami menjadikan kalian
dari tanah, kemudian dari setetes mani kemudian dari segumpal darah, kemudian
dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempuma, agar
Kami jelaskan kepada kalian dan Kami tetapkan dalam rahim apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan.
“ (Al Hajj: 5).
Allah Ta’ala menyebutkan ketiga tahapan tersebut ;
setetes air mani, segumpal darah, dan sepotong daging di Al Qur’an di banyak
tempat. Di ayat lain, Allah menyebutkan tahapan yang lain.
Allah Ta’ala berfirman,
‘Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati dari tanah. Kemudian
Kami jadikan saripati itu air mani di tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani
itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang
itu Kami bungkus dengan daging kemudian Kami jadikan dia makhluk yang lain, Maka
Maha suci Allah Pencipta Yang Paling Baik. “(Al Mukminun
12-14).
Pada ayat di atas, Allah
Ta’ala menyebutkan tujuh tahapan tentang penciptaan manusia sebelum peniupan
ruh ke dalamnya. Ibnu Abbas ra. berkata, “Manusia diciptakan melalui
tujuh tahapan.” Setelah itu, Ibnu Abbas ra. membaca ayat di atas. Ibnu
Abbas juga pernah ditanya
tentang azl7 kemudian ia membaca ayat di atas dan berkata,
“Seorang pun tidak diciptakan hingga sifat (tahapan) tersebut berlangsung
padanya.” Di riwayat lain, Ibnu Abbas berkata, “Jiwa tidak mati hingga ia
melalui penciptaan seperti itu.”8
Diriwayatkan
dari Rifa’ah bin Rafi’ yang berkata, “Umar bin Khaththab, Ali bin Abu Thahib, Az-Zubain,
dan Sa’ad dalam kelompok sahabat-sahabat Rasulullah saw. duduk di tempatku. Mereka
mengobrol membicarakan azl dan berkata, “Azl tidak apa-apa.” Seseorang berkata,
“Orang-orang menyangka azl adalah penguburan kecil jiwa dalam keadaan
hidup-hidup.” Ali bin Abu Thalib berkata, “Azl tidak dinamakan penguburan jiwa
dalam keadaan hidup-hidup hingga jiwa tersebut menjalani tujuh tahapan; tahapan
saripati dari tanah, kemudian tahapan setetes air mani, kemudian tahapan
segumpal darah, kemudian tahapan sepotong daging, kemudian tahapan tulang
belulang, kemudian tahapan daging, kemudian tahapan penciptaan yang lain.” Umar
bin Khaththab berkata kepada Ali bin Abu Thalib, “Engkau berkata benar. Semoga
Allah memperpanjang usiamu.” Diriwayatkan Ad-Daruquthni di Al Mu’talaf walMukhtalaf.
Diriwayatkan dari Ashim dari Abu Wail dari Ibnu Mas’ud Radhi’allahu
Anhu dari Nabi SAW yang bersabda,
“Sesungguhnya jika air mani telah menetap di rahim ia berada di dalamnya
selama empat puluh hari kemudian berubah menjadi segumpal darah selama empat
puluh hari kemudian berubah menjadi tulang belulang selama empat puluh hari
kemudian Allah membungkus tulang belulang dengan daging.’12 Riwayat
Imam Ahmad menunjukkan bahwa janin tidak dibungkus dengan daging kecuali
setelah seratus enam puluh hari. Ini jelas kekeliruan tanpa diragukan, karena setelah
seratus dua puluh hari ruh ditiupkan ke janin tersebut tanpa ada keraguan di dalamnya
seperti akan disebutkan. Ali bin Zaid tidak lain adalah Ibnu Jud’an yang tidak
bisa dijadikan hujjah. Hadits Hudzaifah bin Usaid menunjukkan bahwa penciptaan
daging dan tulang terjadi pada awal empat puluh kedua. Di Shahih Muslim
disebutkan hadits dari Hudzaifah bin Usaid dari Nabi SAW yang bersabda,
Jika air mani telah melewati empat puluh dua
malam, Allah mengirim malaikat kepadanya, kemudian malaikat tersebut membentuk
air mani tersebut dan menciptakan pendengaran, penglihatan, kulit, daging, dan
tulang belulangnya. Setelah
itu malaikat berkata,‘Tuhanku, bayi ini laki-laki atau perempuan? ’Tuhanmu pun memutuskan
sesuai dengan yang Dia kehendaki dan malaikat menulisnya. Malaikat berkata,
‘Tuhanku, ajalnya?’ Tuhanmu pun memutuskan sesuai dengan yang Dia kehendaki dan
malaikat memuji-Nya. Malaikat berkata, ‘Tuhanku,
rezekinya?’ Tuhanmu pun memutuskan sesuai dengan yang Dia kehendaki dan malaikat
menulisnya. Setelah itu, malaikat keluar dengan membawa lembaran ditangannya
tanpa menambah apa yang diperintahkan dan tidak pula menguranginya.”13
Hadits Keempat — 105
Tekstual hadits di atas
menunjukkan bahwa pembentukan janin dan penciptaan pendengaran, penglihatan,
kulit, daging, dan tulangnya terjadi pada awal empat puluh hari kedua. Ini menghendaki
pada empat puluh hari kedua, janin telah menjadi daging dan tulang.
Sebagian ulama menafsirkan
bahwa jika air mani telah menjadi segumpal darah, malaikat membaginya ke dalam
beberapa bagian; menjadikan sebagiannya sebagai kulit, daging, dan tulang,
kemudian empat hal di atas (rezeki, amal, dll) ditentukan sebelum pembentukan
janin tersebut. Penafsiran seperti itu bertentangan dengan tekstual hadits.
Justru tekstual hadits menjelaskan bahwa malaikat membentuk air mani dan
membentuk bagian-bagian tersebut . Bisa jadi, penciptaan pendengaran dan
lain-lain itu bersamaan dengan pembentukan dan pembagian air mani ke dalam
beberapa bagian sebelum adanya daging dan tulang. Juga bisa jadi itu terjadi di
sebagian janin dan tidak di semua janin.
Hadits Malik bin Al
Huwairits di atas juga menunjukkan bahwa pembentukan juga terjadi pada air
mani pada hari ketujuh, karena Allah Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak
mengujinya, karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. “(Al Insan: 2).
Sejumlah ulama salaf
menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan kata amsyaj pada ayat di atas
ialah urat-urat yang ada di dalamnya. Ibnu Mas’ud berkata, “Amsyaj ialah urat-urat.”14
Para dokter menyebutkan hal yang sinkron dengan hal di atas. Mereka
berkata, jika air mani telah berada di rahim, Maka buih terjadi padanya selama
enam atau tujuh hari. Pada hari-hari tersebut, air mani dibentuk tanpa meminta
bantuan dari rahim kemudian meminta bantuan kepadanya. Setelah itu, permulaan
benang- benang dan titik terjadi se!ama tiga hari. Terkadang maju satu hari
atau mundur satu hari. Setelah enam hari -tepatnya lima belas hari sejak air
mani menjadi segumpal darah—, darah mengalir ke semuanya kemudian menjadi
sepotong daging, kemudian organ-organ tubuh terlihat dengan jelas, sebagian
organ tubuh menghindari bersentuhan dengan organ tubuh lainnya, dan kelembaban
jaringan saraf di tulang punggung menjadi panjang. Sembilan hari kemudian,
kepala melepaskan diri dari kedua pundak serta ujung tangan dan ujung kaki dari
jari-jari dengan jelas di sebagian organ tubuh dan dengan tidak jelas di organ
tubuh lainnya.
Mereka berkata lagi, batas minimal pembentukan
janin laki-laki di janin tersebut ialah tiga puluh hari dan batas pertengahan
pembentukan janin ialah tigapuluh lima hari. Bisa jadi, pembentukannya selama
empat puluh lima hari.
Mereka menambahkan, di antara bayi-bayi yang
diaborsi tidak ada bayi laki-laki yang sempurna sebelum tiga puluh hari atau
bayi perempuan sempurna sebelum empat puluh hari.
Itu sesuai dengan fakta yang ditunjukkan hadits
Hudzaifah bin Usaid tentang penciptaan pendengaran, penglihatan, dan lain-lain
pada empat puluh hari kedua, dan perubahan segumpal darah menjadi daging juga
pada empat puluh hari kedua. Sebagian
ulama menafsirkan hadits Ibnu Mas’ud bahwa janin kemungkinan besar pada empat
puluh hari pertama masih berbentuk air mani, pada empat puluh hari kedua
berbentuk segumpal darah, pada empat puluh hari kedua berbentuk sepotong daging
kendati penciptaan dan pembentukannya telah sempurna. Di
hadits Ibnu Mas’ud tidak disebutkan waktu pembentukan janin.15
Diriwayatkan
dari Ibnu Mas’ud sendiri yang menunjukkan bahwa pembentukan janin bisa terjadi
sebelum empat puluh hari ketiga. Asy-Sya’bi meriwayatkan dari Alqamah dari Ibnu
Mas’ud yang berkata, “Jika air mani telah berada di rahim, malaikat datang
kepada air mani tersebut dan mengambilnya dengan telapak tangan. Malaikat
berkata, ‘Tuhanku, air mani ini diciptakan atau tidak?
Banyak sekali kelompok fuqaha’ mengambil tekstual
riwayat di atas dan menafsirkan hadits Ibnu Mas’ud di bab ini. Mereka
berkata, “Batas minimal terlihatnya penciptaan bayi ialah delapan puluh satu hari,
karena bayi tidak menjadi sepotong daging kecuali pada empat puluh hari ketiga
dan bayi tidak diciptakan
sebelum ia
menjadi sepotong daging.”
Atas dasar itu, sahabat sahabat kami dan para pemeluk madzhab
Syafi’i berkata, “Masa iddah tidak selesai dan ummul walad (budak
wanita yang digauli pemiliknya kemudian melahirkan anak) tidak dimerdekakan
kecuali dengan (standar) sepotong daging yang telah diciptakan dan batas
minimal proses penciptaan dari pembentukan janin ialah delapan puluh satu hari.”
Tentang alaqah (segumpal
danah), Imam Ahmad berkata, “Alaqah ialah darah di mana penciptaan tidak
terlihat padanya.” Jika sepotong daging tidak diciptakan, apakah iddah selesai
dengannya dan ummul walad diminta melahirkan anaknya? Ada dua pendapat dalam masalah ini dan kedua
pendapat tersebut diriwayatkan dari Imam Ahmad. Jika di alaqah (segumpal
darah) tidak terlihat tanda-tanda penciptaan, namun samar-samar dan hanya
diketahui wanita-wanita yang pengalaman, kemudian wanita -wanita tersebut bersaksi,
Maka kesaksian mereka diterima. Ini tidak ada bedanya antara setelah empat
bulan penuh atau sebelum empat bulan menurut sebagian besar ulama. Itu
ditegaskan Imam Ahmad diriwayat tentang penciptaan dan sahabat-sahabatnya. Anak
Imam Ahmad, Shalih, meriwayatkan darinya bahwa ruh ditiupkan pada janin setelah
berusia empat bulan.
Pembahasan selanjutnya, di
hadits Ibnu Mas’ud, ditegaskan bahwa setelah janin berubah menjadi sepotong
daging, maka malaikat dikirim kepadanya kemudian menulis empat kalimat; rezeki,
amal, dan lain-lain, dan meniupkan ruh ke dalamnya. Itu semua terjadi setelah
hari keseratus dua puluh.
Ada perbedaan
redaksi riwayat riwayat hadits tentang urutan penulisan keempat kalimat tersebut
dan peniupan ruh. Di riwayat Al Bukhari di Shahih-nya disebutkan, ‘Malaikat
dikirim kepadanya kemudian diperintah dengan empat hal kemudian meniupkan ruh ke
dalamnnya. “Di riwayat tersebut terdapat penjelasan
bahwa peniupan ruh diakhirkan dan penulisan empat hal. Namun di riwayat yang
diriwayatkan Al Baihaqi di buku Al Qadr disebutkan, “Kemudian malaikat dikirim
lalu malaikat tersebut meniupkan ruh ke dalamnya kemudian diperintah dengan
empat hal. “Riwayat tersebut menegaskan bahwa peniupan ruh didahulukan
daripada penulisan keempat hal tersebut . Ada kemungkinan itu terjadi karena
para perawi mengganti riwayat-riwayat mereka dengan makna yang mereka pahami
atau yang dimaksudkan ialah pengurutan penjelasan saja. Bukan urutan yang
dikhabarkan.
Namun yang jelas, hadits Ibnu Mas’ud menunjukkan bahwa peniupan ruh ke
dalam Janin dan penulisan malaikat mengenai urusan makhluk itu ditunda setelah
empat bulan hingga empat puluh hari yang ketiga selesai. Adapun peniupan ruh, maka
diriwayatkan dengan tegas dan para sahabat Rasulullah SAW bahwa malaikat
meniupkan ruh ke dalam janin setelah janin berusia empat bulan seperti
ditunjukkan tekstual hadits Ibnu Mas’ud. Zaid bin Ali meriwayatkan dari ayahnya
dari Ali bin Abu Thalib ra yang
berkata, “Jika air mani telah berusia empat bulan, malaikat dikirim kepadanya
kemudian malaikat meniupkan ruh ke dalamnya di kegelapan. Itulah yang dimaksud
firman Allah Ta’ala, ‘Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang lain. ‘(Al
Mukminun:14).” Diriwayatkan Ibnu Abu Hatim. Sanad hadits tersebut terputus.’8
Tekstual riwayat di atas
menunjukan bahwa ruh baru ditiupkan ke dalam janin ketika janin tersebut berusia
empat bulan sepuluh hari seperti juga diriwayatkan dari Ibnu Abbas. Sedang riwayat-riwayat
sebelumnya dari Imam Ahmad menunjukkan bahwa ruh ditiupkan ke dalam janin pada
hari kesepuluh setelah sempuma empat bulan. Itulah yang dikenal/terkenal dari
Imam Ahmad. Itu pula yang dikatakan Sa’id bin A1-Musayyib ketika ia ditanya
masa iddah cerai karena suami meninggal yaitu empat bulan sepuluh hari,
“Bagaimana dengan hari kesepuluh (setelah empat bulan)?” Sa’id bin
A1-Musaiyyib menjawab, “Saat itu, ruh ditiupkan ke dalam janin.”2°
Sedang para dokter,
mereka berkata bahwa janin apabila dibentuk pada hari ketiga puluh lima, Maka bergerak pada
hari ketujuh puluh, dan dilahirkan pada hari kedua ratus sepuluh. Totalnya
tujuh bulan dan terkadang maju beberapa hari. Pembentukan dan kelahiran juga
terkadang mundur. Jika pembentukan terjadi pada hari keempat puluh lima, bergerak pada hari
kesembilan puluh, dan dilahirkan pada hari kedua ratus tujuh puluh hari, Maka totalnya
sembilan bulan, wallahu a‘lam.
Adapun penulisan
malaikat, maka hadits Ibnu Mas’ud menunjukkan bahwa itu terjadi setelah empat
bulan seperti telah disebutkan sebelumnya. Di Shahih AlBukhari dan Shahih
Muslim disebutkan hadits dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu dan
Nabi saw bersabda,
“Allah mendelegasikan salah satu malaikat kepada
rahim. Malaikat tersebut berkata, ‘Tuhanku, ini air mani. Tuhanku, ini segumpal darah. Tuhanku, ini sepotong daging. ‘Jika
Allah berkehendak memutuskan penciptaan, malaikat berkata, ‘Tuhanku, laki-laki
atau perempuan? Celaka atau bahagia? Apa rezekinya? Bagaimana ajalnya?’Kemudian itu semua ditulis
diperut ibunya.”
Tekstual hadits di atas sesuai dengan
hadits Ibnu Mas’ud, namun masanya tidak disebutkan di dalamnya. Sedang hadits Hudzaifah bin Usaid menjelaskan bahwa penulisan
malaikat terjadi pada awal empat puluh hari kedua.
Hadits tersebut juga diriwayatkan Muslim dengan redaksi lain dari Hudzaifah
bin Usaid yang mengatakan hadits tersebut dan Nabi saw yang bersabda,
“Malaikat masuk ke air mani setelah berada dirahim
selama empat puluh atau empat puluh lima hari. Malaikat
berkata, ‘Tuhanku, apakah ia celaka atau bahagia?’Kemudian kedua hal tersebut ditulis.
Malaikat berkata, ‘Tuhanku,
apakah ia laki-laki atau perempuan?’Kemudian kedua hal tersebut ditulis. Juga
ditulis amal perbuatan, jejak, ajal, dan rezekinya. Setelah itu, buku tersebut dilipat;
tidak ditambahkan apa pun ke dalamnya dan tidak pula dikurangi”
Di riwayat
Muslim lainnya disebutkan, “Sesungguhnya air mani berada di rahim selama
empat puluh malam kemudian malaikat menemui Allah dan berkata, ‘Tuhanku,
apakah ia laki-laki atau perempuan?’dan seterusnya.”
Di riwayat
Muslim lainnya disebutkan, “Sesungguhnya air mani berada di rahim selama
empat puluh hari lebih.”
Di Musnad Imam Ahmad
disebutkan hadits dari Jabir ra dan Nabi saw yang bersabda,
Jika
air mani telah menetap di rahim selama empatpuluh hari atau empatpuluh malam,
malaikat dikirim kepadanya. Malaikat berkata, ‘Tuhanku, apakah ia celaka atau
bahagia?’ Bayi tersebut pun diketahui (celaka atau bahagia).”’
Malaikat berkata, ‘Tuhanku, apakah ia gugur (lahir dalam keadaan mati) atau
sempurna?’ Allah pun memberi penjelasan kepada
malaikat. Malaikat berkata, ‘Tuhanku, apakah ajalnya berkurang ataukah sempurna?’Allah pun memberi penjelasan kepada malaikat. Malaikat berkata, ‘Tuhanku, apakah ia sendiri atau
kembar?’ Allah pun memberi penjelasan kepada malaikat. Malaikat berkata,
‘Tuhanku, apakah ia laki-laki atau perempuan?’ Allah pun memberi penjelasan kepada
malaikat. Malaikat berkata, ‘Apakah ia celaka atau bahagia?’ Allah pun memberi
penjelasan kepada malaikat. Malaikat berkata, ‘Tuhanku, tentukan rezekinya?’
Allah pun menentukan rezeki dan ajalnya, kemudian malaikat turun lagi dengan
membawa kedua hal tersebut .
Demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, ia tidak mendapatkan sesuatu dan dunia,
melainkan sesuai dengan yang telah dibagikan untuknya.”22
Seperti yang disebutkan di Shahih Muslim dari Abdullah bin Amr Radhiyallahu
Anhuna dan Nabi saw yang bersabda,
“Sesungguhnya Allah
telah menentukan takdir-takdir makhluk lima puluh ribu tahun sebelum
menciptakan langit dan bumi”26
Disebutkan di hadits Ubadah bin Ash-Shamit Radhiyyallahu Anhu dan
Nabi saw yang bersabda,
“Yang pertama kali diciptakan Allah ialah pena.
Allah berfirman kepada pena, ‘Tulislah. ‘Kemudian pena itu berjalan (menulis) sesuai
dengan apa saja yang akan terjadi hingga Hari Kiamat.”2’
Sebelumnya telah
disebutkan di hadits lbnu Mas’ud bahwa jika malaikat bertanya tentang keadaan
air mani, malaikat tersebut diperintahkan pergi kepada kitab terdahulu (Lauh
Mahfudz). Dikatakan kepada malaikat, “Niscaya engkau menemukan di dalamnya
kisah tentang air mani tersebut .” Banyak sekali nash yang menyebutkan bahwa
kitab terdahulu tersebut berisi
tentang kecelakaan atau kebahagiaan.
Di Shahih Al Bukhari
dan Shahih Muslim disebutkan hadits dari Ali bin Abu Thalib ra dan Nabi saw yang
bersabda,“Tidaklah jiwa yang dilahirkan melainkan Allah telah menulis tempatnya
di surga atau neraka, dan ditulis sebagai orang celaka atau orang bahagia. “Seseorang
berkata, “Wahai Rasulullah, bolehkah kita mengandalkan kitab kita dan tidak
beramal?”Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Beramallah kalian,
karena masing-masing dipermudah sesuai dengan apa yang diciptakan untuknya.
Sedang orang-orang yang berbahagia, mereka dipermudah kepada amal perbuatan
orang-orang yang berbahagia. Sedang orang-orang yang celaka, mereka dipermudah
kepada amal perbuatan orang-orang yang celaka. “Setelah itu, Nabi saw membaca
ayat, “Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa. Dan
membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga). “(Al Lail: 5-6).28
Di hadits di atas
disebutkan bahwa kecelakaan dan kebahagiaan telah ditulis kitab tentang
keduanya, ditakdirkan sesuai dengan amal perbuatan, dan masing-masing
dipermudah kepada amal perbuatan yang diciptakan untuknya. Amal perbuatan tersebut adalah penyebab
kecelakaan dan kebahagiaan.
Disebutkan
di Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim hadits dari Imran bin Hushain Radhiyallahu
Anhu yang berkata bahwa seseorang berkata,
وفي
" الصحيحين " عن عمران بن حُصين ، قال : قال رجل : يا رسول الله ،
أيُعرَفُ أهلُ الجنة من أهل النار ؟ قال : " نعم " ، قال : فَلِمَ يعملُ
العاملون؟ قال : "كلٌّ يعملُ لما خُلِقَ له ، أو لما ييسر له "([3]).
“Wahai
Rasulullah, apakah penghuni surga bisa diketahui dari penghuni neraka?”Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Ya. “ Orang
tersebut berkata, “Kenapa orang-orang beramal?” Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabda, “Semuanya beramal kepada apa yang diciptakan untuknya -atau kepada
apa yang dimudahkan untuknya—. “29
Hadits semakna diriwayatkan
dari Nabi saw dan berbagai sisi. Sedang hadits Ibnu Mas’ud menyebutkan bahwa
kebahagiaan dan kecelakaan itu sesuai dengan amal perbuatan terakhir
Ada yang mengatakan bahwa sabda Nabi saw, ‘Demi Dzat Yang tidak ada
tuhan yang berhak disembah kecuali Dia, sesungguhnya salah seorang dari kalian pasti
beramal dengan amal penghuni surga hingga jarak antara dirinya dengan surga ialah
satu hasta, kemudian ketetapan lebih cepat kepadanya lalu ia mengerjakan amal penghuni
neraka lalu ia masuk neraka. Sesungguhnya salah seorang dari kalian pasti beramal
dengan amal penghuni neraka hingga jarak antara dirinya dengan neraka ialah satu
hasta, kemudian ketetapan lebih cepat kepadanya, lalu ia mengerjakan amal penghuni
surga, kemudian ia masuk surga,” diambil dari perkataan Ibnu Mas’ud.
Demikian juga yang diriwayatkan Salamah bin Kuhail dan Zaid bin Wahb
dari Ibnu Mas’ud.’ Hadits semakna diriwayatkan dari Nabi saw dari
berbagai sisi.
Disebutkan di Shahih Al
Bukhari hadits dari Sahl bin Sa’ad Radhiyallahu
Anhu dan Nabi saw yang bersabda,
“Sesungguhnya
seluruh amal perbuatan itu ditentukan dengan akhirnya.”t
Di Shahih
Ibnu Hibban disebutkan hadits dan Aisyah Radhiyallahu Anha
dan Nabi saw yang bersabda,
“Sesungguhnya seluruh
amal perbuatan itu ditentukan oleh perbuatan
akhirnya.”32
Di Shahih 1bmu Hibban juga disebutkan hadits dan Muawiyah yang
berkata bahwa aku dengan Nabi saw bersabda,
“Sesungguhnya
seluruh amal perbuatan itu dengan perbuatan terakhimya seperti bejana. jika bagian
atas bejana tersebut baik, maka baik pula bagian bawahnya. Jika bagian atas
bejana tensebut jelek, Maka jelekpula bagian bawahnya. “
Disebutkan di Shahih Muslim
hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu dan Nabi saw yang
bersabda,
“Sesungguhnya seseorang benar-benar beramal dalam jangka waktu yang lama
dengan amal perbuatan penghuni surga kemudian amal perbuatannya diakhiri dengan
amal perbuatan penghuni neraka. Sesungguhnya seseorang beramal dalam jangka
waktu yang lama dengan amal perbuatan penghuni neraka kemudian amal perbuatannya
ditutup baginya dengan amal perbuatan penghuni surga.
Imam Ahmad meriwayatkan
hadits dari Anas bin Malik ra dan Nabi saw yang bersabda,
“Kalian
tidak ada salahnya tidak heran pada seseorang hingga kalian melihat bagaimana
akhir hayatnya. Sesungguhnya seseorang beramal beberapa lama dari umurnya atau
sejenak dari masanya dengan amal shalih; seandainya ia meninggal dunia dalam
keadaan sepert itu, ia masuk surga. Tetapi kemudian orang tersebut berubah lalu
mengerjakan amal perbuatan buruk. Sesungguhnya seorang hamba pasti beramal
sejenak dari masanya dengan amal perbuatan buruk; seandainya ia mati dalam
keadaan seperti itu, ia masuk neraka. Tetapi kemudian orang tersebut berubah lalu
mengerjakan amal shalih.”35
Imam Ahmad juga
meriwayatkan hadits dan Aisyah ra dan Nabi saw yang bersabda,
“Sesungguhnya
seseorang benar-bemar beramal dengan amal perbuatan penghuni surga, padahal di
kitab ia tertulis sebagai penghuni neraka. Menjelang kematiannya, ia berubah
lalu beramal dengan amal perbuatan penghuni neraka. Setelah itu, ia meninggal
dunia dan masuk meraka. Sesungguhnya seseorang benar-benar beramal dengan amal
perbuatan penghuni neraka, padahal di kitab ia tertulis sebagai penghuni surga.
Menjelang kematiannya, ia berubah kemudian beramal dengan amal perbuatan penghuni
surga. Setelah itu, ia meninggal dunia dan masuk surga. “
Imam Ahmad, An-Nasai, dan
At Tirmidzi meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Amn ra. yang berkata,
“Rasulullah
saw keluar menemui kami dengan memegang dua kitab kemudian bersabda, ‘Tahukah
kalian tentang dua kitab ini?’ Kami menjawab, ‘Tidak wahai Rasulullah, kecuali
kalau engkau menjelaskannya kepada kami. ‘Nabi saw bersabda tentang kitab di tangan
kanan beliau, ‘Ini kitab dari Tuhan semesta alam. Di dalamnya terdapat
nama-nama para penghuni surga, nenek moyang, dan kabilah-kebilah mereka,
kemudian disebutkan secara umum tentang orang terakhir mereka. Kitab tersebut
tidak menambah mereka dan tidak mengurangi mereka selama-lamanya. ‘Satelah
itu, Nabi saw bersabda tentang kitab yang ada di tangan kiri beliau ini kitab
dari Tuhan semesta alam. Di dalamnya terdapat nama-nama para penghuni neraka beserta
nama-nama nenek moyang dan kabilah-kabilah mereka, dan disebutkan tentang orang
terakhir mereka. Kitab tersebut tidak menambah mereka dan tidak memgurangi mereka
selama-lamanya. ‘Sahabat-sahabat Nabi saw berkata, ‘Kenapa mesti beramal, wahai
Rasulullah, jika segala sesuatu telah diselesaikan?’ Nabi saw bersabda, ‘Beristiqamahlah
kalian dan mendekatlah kepada kebenaran, karena penghuni surga ditutup dengan
amal perbuatan penghuni surga kendati ia mengerjakan amal perbuatan apa pun dan
penghuni neraka ditutup dengan amal perbuatan penghuni neraka kendati ia
mengerjakan amal perbuatan apa pun. ‘Setelah itu, Rasulullah saw menjulurkan
kedua tangan beliau kemudian menarik keduanya dan bersabda, ‘Tuhan kalian telah
menyelesaikan hamba-hamba-Nya; satu kelompok di surga dan satu kelompok di neraka.
Hadits di atas diriwayatkan
dari Nabi saw dan banyak jalur. Hadits tersebut juga diriwayatkan
Ath-Thabrani dan Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu dan Nabi saw. Di
dalamnya terdapat tambahan,
“Penghuni surga ditutup dengan amal perbuatan penghuni surga dan penghuni
neraka ditutup dengan amal perbuatan penghuni neraka kendati ia mengerjakan amal
perbuatan
apapun. Bisa jadi, orang-orang
yang bahagia dijalankan di jalan orang-orang yang celaka hingga dikatakan, ‘Alangkah
miripnya orang-orang yang berbahagia tersebut
dengan orang-orang yang celaka. ‘Bahkan, orang-orang
yang bahagia tersebut termasuk dari orang-orang yang celaka. Mereka (orang-orang
yang bahagia) ditentukan dengan kebahagiaan kemudian kebahagiaan tersebut menyelamatkan
mereka. Bisa jadi orang-orang yang celaka dijalankan di jalan orang-orang yang bahagia
hingga dikatakan, ‘Alangkah miripnya orang-orang celaka tersebut dengan
orang-orang bahagia. ‘Bahkan,
orang-orang celaka tersebut termasuk dari orang-orang bahagia. Mereka
(orang-orang celaka) ditemukan kecelakaan. Barang siapa ditulis Allah sebagai
orang bahagia di Ummul Kitab, Allah tidak mengeluarkannya dari dunia hingga ia
membuatnya beramal dengan amal perbuatan yang membahagiakannya sebelum kematiannya
kendati hanya dalam tempo waktu seperti memeras susu unta. ‘ Setelah itu, Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam bersabda, ‘Seluruh amal perbuatan
itu tergantung dengan akhirnya (diulang dua kali oleh beliau) ‘ “38
Al Bazzan di Musnad-nya juga meriwayatkan hadits semakna dengan
hadits di atas dari Ibnu Umar ra.dan Nabi Sha//allahu Alaihi waSallam.
Di Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan hadits dan Sahl bin Sa’ad
Radhiy’allahu Anhu yang berkata,
“Nabi saw bertemu kaum musyrikin (di medan perang). Di antara sahabat- sahabat beliau terdapat seseorang
yang tidak meninggalkan tentara yang sendirian melainkan ia membuntutinya kemudian
membunuhnya dengan pedang. Para sahabat berkata, “Pada hari ini tidak ada
seorang pun di antara kami yang tampil hebat seperti orang tersebut.” Rasulullah
saw bersabda, “ía termasuk penghuni neraka. “Seseorang berkata, “Aku akan
menemani orang tersebut . “sahabat tersebut pun mengikuti orang orang yang
dimaksud Rasulullah saw yang akhirnya
terluka parah. Orang tersebut ingin cepat mati, karena itu, ia meletakkan
pedangnya di atas tanah, sedang ujung pedang
berada di antara kedua buah dadanya, kemudian ia memukulkan pedangnya
dan ia bunuh diri dengannya. Sahabat yang membuntuti orang tersebut menemui Rasulullah saw dan berkata, “Aku
bersaksi bahwa engkau utusan Allah. “Ia menceritakan kejadian tersebut kepada beliau.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya seseorang
betul-betul mengamalkan amal perbuatan penghuni surga seperti yang
diperlihatkan kepada manusia, padahal ia termasuk penghuni neraka. Sesungguhnya
seseorang pasti mengamalkan amal perbuatan penghuni neraka seperti yang
diperlihatkan kepada manusia padahal ia termasuk penghuni surga. “Al Bukhari
menambahkan di riwayatnya bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda
, “Sesungguhnya seluruh amal perbuatan itu
ditentukan dengan penutupannya.”4
Sabda Rasulullah saw,
“Seperti diperlihatkan kepada manusia, “adalah isyarat bahwa batin orang tersebut tidak seperti yang
terlihat oleh manusia dan bahwa perbuatan terakhir yang buruk itu karena
perbuatan jahat batin seseorang yang tidak terlihat oleh manusia bukan yang
tampak oleh manusia. Itu karena perbuatan buruk dan lain sebagainya. Sifat yang
tersembunyi menghendaki hasil akhir yang buruk baginya pada saat kematian. Bisa jadi, seseorang mengerjakan
amal perbuatan penghuni neraka, padahal di batinnya terdapat sifat baik,
kemudian sifat baik tersebut lebih
kuat pada dirinya hingga ia meninggal dunia , kemudian sifat baik tersebut menghendaki hasil
akhir yang baik (husnul khatimah) baginya.
Abdul Aziz bin Abu Rawwad berkata, “Aku pernah menghadiri seseorang
menjelang kematiannya. Ia diadzani kalimat laa ilaaha Illallah (tidak
ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah). Terakhir kali yang diucapkan
orang tersebut ialah, ‘Ia kafir dengan apa yang engkau katakan.’ Ia pun meninggal dunia dalam keadaan seperti itu. Aku bertanya
tentang orang tersebut, ternyata
ia pecandu minuman keras. Takutlah kalian kepada dosa, karena dosa itulah yang menjerumuskan
orang tersebut .”
Kesimpulannya bahwa perbuatan
terakhir adalah warisan pendahulunya. Itu semua telah ditulis di kitab
terdahulu (Lauh Mahfudz). Dari sinilah, para generasi salaf amat takut dengan
hasil akhir yang buruk (su’ulkhatimah). Di antara mereka ada yang kalut karena
ingat hal-hal yang telah ditulis di kitab Lauh Mahfudz.
Ada yang mengatakan
bahwa hati orang yang baik-baik itu terikat dengan hasil akhir perbuatan
mereka. Mereka berkata, “Kita
ditutup dengan apa?” Sedang hati orang-orang yang didekatkan kepada Allah terikat
dengan hal-hal yang telah
ditulis di
Lauh Mahfudz. Mereka berkata, “Apa yang telah ditulis untuk kami?”
Salah seorang sahabat
menangis menjelang kematiannya. Ia ditanya, kenapa ia menangis? Ia menjawab,
“Aku dengar Rasulullah saw bersabda, ‘Sesungguhnya Allah Ta’ala
menggenggam makhluk-Nya dua genggaman kemudian berfirman, ‘Mereka disurga dan
mereka dineraka ‘Aku tidak tahu di manakah aku di antara dua genggaman tersebut
?”4’
Salah seorang generasi
salaf berkata, ‘Tidak ada yang membuat mata menangis seperti kitab terdahulu (Lauh
Mahfduz).”
Sufyan berkata kepada
salah seorang shalih, “Apakah engkau dibuat menangis oleh pengetahuan Allah terhadapmu?”
Orang tersebut berkata kepada Sufyan, “Engkau tidak membiarkanku bahagia
selama-lamanya.” Sufyan
sangat kalut karena ingat hal-hal yang telah ditulis di Lauh Mahfudz dan
perbuatan terakhir. Ia pernah menangis sambil berkata, “Aku khawatir tertulis
di Ummul Kitab (Lauh Mahfiidz) sebagai orang celaka.”42 I Ia
juga pernah menangis sambil berkata, “Aku takut sekali imanku dicabut menjelang
kematian.”
Malik bin Dinar berdiri sepanjang malam sambil
memegang jenggotnya dan berkata, “Tuhanku, Engkau telah mengetahui penghuni
surga dan penghuni neraka. Di
manakah tempat Malik (dirinya) di antara dua tempat tersebut ?”43
Hatim Al Asham berkata, “Barangsiapa hatinya tidak ingat empat bahaya, ia
tertipu dan tidak aman dan kecelakaan. Pertama, ingat hari perjanjian
ketika Allah berfirman, ‘Mereka di surga dan aku tidak peduli. Mereka di neraka
dan aku tidak peduli.’ Ia tidak tahu di manakah tempat dirinya di antara dua
tempat tersebut ? Kedua, ketika Allah menciptakan di tiga kegelapan
kemudian malaikat diseru untuk menulis tentang kebahagiaan dan kecelakaan. Ia
tidak tahu apakah ia termasuk orang-orang celaka ataukah orang-orang bahagia?
Ketiga, ingat kedahsyatan hari
penampakan; ia tidak tahu apakah ia diberi khabar gembira dengan ridha Allah
ataukah diberi khabar gembira dengan kemurkaan-Nya?
Keempat, ingat hari pada saat manusia keluar dari kubur dalam keadaan bercerai-berai;
ia tidak tahu di manakah ia dijalankan di antara dua jalan?” Sahl At Tusturi
berkata, “Murid takut diuji dengan maksiat, sedang orang arif takut diuji
dengan kekafiran.” Dan sinilah, para sahabat dan generasi salaf sepeninggal
mereka takut kalau kemunafikan terjadi pada diri mereka, mereka sangat cemas
dan risau karenanya, karena memang orang Mukmin menakutkan kemunafikan kecil
pada dirinya dan takut kemunafikan tersebut
mendominasi dirinya pada saat akhir hayatnya, akibatnya,
kemunafikan kecil tersebut membawanya
kepada kemunafikan besar, sebagaimana telah disebutkan bahwa perbuatan buruk
yang tersembunyi itu menghendaki hasil akhir yang buruk (su‘ul khatimah).
Nabi ShallallahuAlaihi wa Sallam sendiri seringkali berkata dalam
doanya,
“Wahai Dzat Yang membolak-balikkan seluruh hati kokohkan hatiku
diatas agama-Mu.”
Ditanyakan kepada Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam, “Wahai Nabi Allah, kami beriman kepadamu dan apa yang
engkau bawa, apakah engkau juga mengkhawatirkan kami?” Nabi Shallallahu Alaihi
wa Sallam bersabda, “Ya, sesungguhnya semua hati berada di dua jari di antara
jari-jari Allah Azza wa Jalla; Dia membolak-balikkannya seperti
dikehendaki-Nya.” (Diriwayatkan Imam Ahmad dan At Tirmidzi dan Anas bin Malik RadhiyAllahu
Anhu).
Imam Ahmad meriwayatkan
hadits dari Ummu Salamah Radhiyallahu Anha bahwa Nabi saw seringkali
berkata dalam doa beliau, “Wahai Dzat Yang membolak-balikkan seluruh hati,
kokohkan hatiku diatas agamaMu.” Aku (Ummu Salamah) berkata, “Wahai
Rasulullah, apakah hati itu bolak-balik?” Rasulullah saw bersabda, “Ya.
Tidak ada seorang pun makhluk Allah Ta’ala dari anak keturunan Adam,
melainkan hatinya berada di dua jari Allah. Jika Allah Azza wa Jalla berkehendak, Dia meluruskan hati tersebut .
Jika Dia berkehendak, Dia memiringkan hati tersebut . Oleh karena itu, kita meminta Allah agar tidak
memiringkan hati kita setelah Dia memberi petunjuk kepada kita. Kita juga meminta Allah memberikan rahmat
kepada kami dan sisi-Nya karena Dia Maha Pembeni.” Aku (Ummu Salamah) berkata,
“Wahai Rasulullah, maukah engkau mengajarkan doa kepadaku agar aku bisa bendoa
dengannya untuk diriku?” Nabi saw bersabda, “Ya mau. Katakan, ‘Ya Allah,
Tuhan Nabi Muhammad, ampunilah dosaku, hilangkan kemarahan hatiku, dan lindungi
aku dari fitnah-fitnah yang menyesatkan selama hidupku’.”45 Hadits
semakna banyak sekali. Muslim meriwayatkan hadits dan Abdullah bin Amr ra.
Yang mendengar Rasulullah saw bersabda,
“Sesungguhnya seluruh hati anak keturunan Adam
berada di antara dua jari
Di antara jari-jari Ar-Rahman Azza wa Jalla
seperti satu hati; Dia membolak-“balikkannya
seperti yang dikehendaki-Nya. “ Setelah
itu, Rasulullah saw bersabda, “Ya Allah Dzat yang memalingkan hati, palingkan
hatiku kepada taat kepada-Mu. “
Diriwayatkan Al Bukhani 3208, 3332, 6594, 7454, Muslim hadits nomer 2643, ImamAhmad 1/382, 430, Abu Daud 4708, At Tirmidzi 2137, Ibnu Majah hadits nomer 76, dan IbnuHibban hadits nomer 6174. Tentang takhrij hadits di atas secara lengkap, silahkan baca buku Ibnu Hibban.
2 Diriwayatkan Al Lalkai di Ushu/ul I’tiqad hadits nomer 1043.
3Atsar di atasjuga diriwayatkan Al Khathabi di Ma ‘alimus Sunan 4/324 dan Al Baihaqi
di Al Asma ‘wash Sh~fat hal. 387. Atsar di atasjuga disebutkan Ibnu Al Atsin di An-Nihayah 1/297.l Hafidz Ibnu Hajan berkata di Fathul Ban 11/480, “Kalimat, ‘Itulah yang dimaksud = Hadits Keempat 101
22 Diriwayatkan Al Lalkai di Ushulul I ‘tiqad hadits nomer 1236 dan sanadnya dhaif23Atsan di atas juga diriwayatkan Ibnu Jarir Ath-Thabari di Jamiul Bayan 8/119-120
Majmauz Zawaid 7/193, “Hadits tersebut diriwayatkan
Al-Ba.zzar dan para perawinya adalah para perawi tepencaya.”
Diriwayatkan Muslim hadits nomer 2653, Imam Ahmad 2/169. dan At Tirmidzi
hadits nomer 2156.
27 Hadits shahih diriwayatkan Imam Ahmad 5/3 17, Abu Daud hadits nomer 4700, dan At Tirmidzi hadits nomer 2155.
1 1 6 —Panduan Ilmu dan Hikmah: Jami ‘ul-Ulum wAl Hikam
Diriwayatkan A1-Bukhari hadits nomer 1362 dan Muslim 2647. Hadits tersebut dishahihkan Ibnu Hibban hadits nomer 334. 29 Diriwayatkan Al B ukhani hadits nomer 6596 dan Muslim hadits nomer 2649. Hadits
tersebut dishahihkan Ibnu Hibban hadits nomer 333.
30Diriwayatkan Imam Ahmad 1/414 dan An-Nasai di Al Kubra seperti tenlihat di Tuhfaful Asyraaf7/29 dari jalur Fithr bin Khalifah dan Salamah bin Kuhail. Penting Anda baca buku FathulBari 11/486-487.Diriwayatkan Al Bukhari hadits nomer 6493 dan 6607.
32 Diriwayatkan Ibnu Hibban hadits nomer 340. Di sanadnya terdapat perawi Nu’aim
bin Hammad yang merupakan perawi dhaif.
Diriwayatkan Ibnu Hibban hadits nomer 339 dan 392. Takhrijnya secara Iengkap, silahkan baca buku tersebut
Diriwayatkan Muslim hadits
nomer 2651. Hadits tersebut juga diriwayatkan Imam Ahmad 2/484-485 dan
dishahihkan Ibnu Hibban hadits nomer 6176. “ Diriwayatkan Imam Ahmad 3/120 dan sanadnya shahih.
118 —Panduan llmu dan Hikmah: Jami’ul-Ulum wal Hikam
36 Diriwayatkan Imam Ahmad 6/107-108. Hadits tersebut juga diriwayatkan Abu Ya’la
hadits nomer 4668. Hadits tersebut shahih.37Diriwayatkan Imam Ahmad 2/167, At Tirmidzi hadits nomer 2141, dan An-Nasai di Al Kubra seperti tenlihat di Tuhfatul Asyraaf 6/343. Di sanadnya terdapat Abu Qabil Huyai bin Hani’ yang dianggap sebagai perawi dhaif oleh Al Hafidz di Tajilul Manfa’ah hal. 277 karena ia meriwayatkan dan buku-buku lama. Kendati demikian. At Tirmidzi berkata, “Hadits di atas hasan shahih gharib.” Hadits di atas disebutkan Adz-Dzahabi di Mizanul I ‘tidal 2/684 dan berkata. “Hadits tersebut sangat munkar.”
([7]) رواه أحمد 2/167 ، والترمذي ( 2141 )
، والنسائي في " الكبرى " كما في " التحفة " 6/343 وفي سنده
أبو قبيل حيي بن هانئ ضعفه الحافظ في " تعجيل المنفعة " ص277 ، لأنه كان
يروي عن الكتب القديمة ومع ذلك فقد قال الترمذي : حسن صحيح غريب . وذكره الذهبي في
" ميزان الاعتدال " 2/684 ، وقال : هو حديث منكر جداً ، ويقضي أن يكون
زنة الكتابين عدة قناطير .